Senin, 13 Oktober 2014

BAB IV Prinsip kerja sama



Percakapan merupakan interaksi verbal antara dua partisipan atau lebih. Percakapan dalam hal ini lebih dari sekedar pertukaran informasi.Dalam hal ini, mereka akan berbagi prinsip-prinsip umum yang memudahkan mereka untuk saling menginterpretasikan tuturan. 
Di dalam berkomunikasi seorang penutur mengkomunikasikan sesuatu kepada petutur dengan harapan agar petutur itu dapat memahami apa yang dikomunikasikannya. Tidaklah mungkin akan terjadi komunikasi antara penutur dan petutur apabila antara keduanya tidak terjadi komunikasi. Oleh karena itu, seorang penutur harus selalu berusaha agar pembicaraannya itu relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas, serta terfokus pada persoalan, sehingga tidak menghabiskan waktu. Dengan kata lain, antara penutur dan petutur terdapat prinsip kerja sama yang harus mereka lakukan agar proses komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
Kerja sama dapat diartikan sebagai keterlibatan partisipan dalam membentuk suatu percakapan lengkap dengan unsur-unsur yang diperlukan. Fungsi kerja sama adalah membentuk peristiwa tutur (Syamsuddin, et al., 1998: 94). Grice (dalam Arifin dan Rani, 2000:1149) mengemukakan mengenai prinsip kerja sama: Make your contribution such as is required at the stage at which it accours, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in wich you are engaged. “Berikanlah sumbangan Anda pada percakapan sebagaimana diperlukan, pada tahap terjadinya, oleh tujuan yang diterima atau arah pertukaran pembicaraan yang Anda terlibat di dalamnya.”
Pada umumnya kerja sama dalam percakapan ditopang oleh unsur-unsurnya. Unsur-unsur penopang kerja sama dalam percakapan disebut sebagai maksim. Maksim merupakan tuntunan dalam bertutur. Grice (dalam Syamsuddin, et. al., 1998:195) membagi prinsip kerja sama dalam suatu percakapan menjadi empat. Maksim tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Maksim Kuantitas
Maksim Kuantitas: “Berikanlah jumlah informasi yang tepat”. Pemberian jumlah informasi dalam berkomunikasi dengan orang lain hendaknya dapat memberi keterangan seinformatif mungkin, tetapi jangan pula memberikan keterangan lebih daripada yang diinginkan. Ini berarti, informasi yang diberikan kepada orang lain dalam peristiwa tutur hendaknya secukupnya saja. Jangan lebih dan jangan kurang. Maksim kuantitas ini terdiri dari dua submaksim, yaitu a) berikan sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan dan b) sumbangan informasi Anda jangan melebihi yang diperlukan.
Contoh:
(a)        Guru       :  Apakah kamu sudah menyelesaikan PR Matematika?
            Siswa      :  Sudah Pak       
(b)        Guru       :  Apakah jawaban kamu sama dengan jawaban Toni?
                        Siswa   : Sebenarnya sama, tetapi langkah-langkah yang Saya gunakan berbeda dengan Toni karena Saya menggunakan buku terbitan Ganesha. Ternyata buku tersebut sangat lengkap dalam membahas soal seperti yang Bapak terangkan tadi. Apa Bapak sudah punya buku itu?

Jika dibandingkan antara dialog (a) dan dialog (b) terlihat perbedaan. Dialog (a) antara guru dan siswa terdapat kerja sama yang baik. Pada dialog siswa telah memberikan kontribusi yang secara kuantitas memadai dan mencukupi. Berbeda halnya dengan dialog (b), antara guru dan siswa tidak terlihat adanya kerja sama yang baik. Ini dikarenakan siswa memberikan kontribusi yang berlebihan yang tidak diperlukan guru.
Contoh lain dapat ditemukan pula pada percakapan seperti yang diungkapkan Keenan (dalam Ismari, 1995: 4) sebagai berikut.
A:  ‘Where is your mother?’
      (Di mana ibumu?)
B:   ‘She is either in the house or the market.’
      (Ia mungkin di rumah atau di pasar.)

Kutipan percakapan dilihat dari segi tuturan B menunjukkan bahwa B tidak secara pasti mengetahui keberadaan ibunya, tetapi hanya menyatakan dalam bentuk pilihan tempat. Apabila B ternyata mengetahui secara pasti lokasi tempat ibunya berada dari dua pilihan itu, berdasarkan maksim, penyediaan informasi itu gagal.

b. Maksim Kualitas
Maksim Kualitas: “Usahakan agar sumbangan informasi Anda benar”. Maksim ini menyarankan agar dalam peristiwa tutur, kita tidak mengatakan kepada orang lain sesuatu yang kita yakini salah. Artinya, sesuatu yang diyakini salah jangan dikatakan atau disarankan untuk dilakukan oleh orang lain. Jangan menyebarkan kesalahan. Selanjutnya, apabila tidak diketahui secara persis (kebenaran atau kesalahannya) juga jangan dikatakan atau disarankan untuk dilakukan atau dicontoh orang lain. Daripada memberikan informasi atau keterangan yang membingungkan, lebih baik diam. Maksim kualitas ini terdiri atas dua submaksim, yaitu a) jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini tidak benar dan b) jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
Contoh:
(a)  Adit     : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
      Denny : Dia tidak di kelas XII IPS A, tapi di kelas XII C IPA.
(b)  Adit     : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
      Denny : Ia di kelas XII C IPE. Cape dech!
(c) Adit     : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
      Denny : Di kelas XII IPA C.

Dialog (a), Denny memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas. Hal ini akan menyebabkan Adit berpikir agak lama untuk mengetahui mengapa Denny memberikan kontribusi yang tidak diharapkannya dan dianggapnya salah. Dengan bukti-bukti yang memadai, akhirnya Adit mengetahui bahwa jawaban yang diberikan Denny adalah salah karena telah membandingkan dirinya dengan Lili.  Pada dialog (b), jawaban Denny dianggap melanggar maksim kualitas dengan tujuan untuk mendapatkan efek lucu. Kelucuan itu terdapat pada kelas XII C IPE, cape dech. Pada dialog (c), jawaban Denny telah dianggap menyatakan atau memberikan kontribusi yang sebenarnya.

c. Maksim Hubungan
Maksim Hubungan: “Usahakan perkataan Anda ada relevansinya”. Melalui maksim hubungan ini kita dalam peristiwa tutur dituntut untuk selalu menyatakan sesuatu yang relevan. Dengan kata lain, dalam percakapan harus diketahui fokus persoalan yang sedang dibicarakan dan perubahan yang terjadi pada fokus tersebut. Pemahaman terhadap fokus persoalan akan membantu dalam menginterpretasi serta mereaksi tuturan-tuturan yang dilakukan lawan bicara. Contoh:
(a)           Udin   : Di mana buku Biologiku?
                Dani : Di rak meja.
(b)           Udin         : Di mana buku Biologiku?
                                 Dani    : Tadi ada Yuni yang duduk di kursi kamu saat istirahat tadi.
(c)           Udin         : Di mana buku Biologiku?
                Dani : Saya dipanggil Ibu Ranti!

Pada dialog (a), informasi yang disampaikan Dani ada relevansinya dengan pertanyaan Udin. Sama halnya pada dialog (b), informasi yang disampaikan Dani menggunakan penalaran sebagai berikut: Walaupun Dani tidak mengetahui jawaban yang tepat atas pertanyaan Udin, namun jawaban itu dapat membantu Udin mendapatkan jawaban yang benar. Karena, jawaban Dani mengandung implikasi kemungkinan Yuni lah yang meminjam buku Biologi Udin yang terdapat di rak meja, paling tidak Udin tahu di mana buku Biologinya sekarang. Akan tetapi, dialog (c), jawaban Dani tidak dapat dianggap sebagai suatu jawaban yang menunjukkan adanya kerja sama yang baik karena tidak membantu Udin untuk mendapatkan buku Biologinya. Pernyataan Dani dapat dikatakan relevan bila jawaban tersebut diinterpretasikan sebagai suatu keterangan mengapa Dani tidak dapat menjawab pertanyaan Udin.

d. Maksim Cara
Maksim Cara: “Usahakan perkataan Anda mudah dimengerti”. Dengan maksim ini yang dipentingkan adalah cara mengungkapkan ide, gagasan, pendapat, dan saran kepada orang lain. Maksim cara, dalam mengungkapkan sesuatu itu harus jelas. Untuk mencapai kejelasan ini maksim cara memiliki empat submaksim, yaitu a) hindari pernyataan-pernyataan yang samar, b) hindari ketakasaan, c) usahakan agar ringkas, dan d) usahakan agar berbicara dengan teratur.
Contoh:
(a)                                      Ucok  :  Siapa teman Anda, orang Korea itu?
                                          Ujang :  K-I-M E-O-K S-O-O
                                          Ucok  :  (bengong)

(b) Ucok  :  Itu dia, guru baru datang.
     Ujang  :  Dia guru baru?
     Ucok   :  Bukan!

(c)Orang tua murid  : Atas perhatian, kebijaksanaan, dan kemurahan hati Bapak, saya ucapkan beribu terima kasih.
    Guru                   : Sama-sama.

(d)Tini                     : Bagaimana keadaan rumah yang baru Anda beli?
     Tono                  :Alhamdulillah, cukup memuaskan bagi keluarga saya. Pagarnya dari besi bercat hitam. Halamannya berukuran kira-kira 6 x 5 m², berisi taman yang terdiri dari bunga-bunga dan rerumputan. Bagian depan terdapat garasi mobil. Dalam bagunan itu terdapat ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang tempat mencuci pakaian, dan alat-alat dapur. 
                                      
Pada dialog (a), jawaban Ujang merupakan jawaban yang kabur karena dilakukan dengan mengeja nama seseorang melalui kata demi kata. Nama orang itu KIM EOK SOO ditulis dalam huruf Korea, tetapi pengucapannya dieja sehingga tidak jelas dimengerti oleh Ucok. Pada dialog (b) kalimat yang diucapkan Ucok menimbulkan ketakasaan atau mengandung makna lebih dari satu. Sementara itu, pada dialog (c) pernyataan yang disampaikan oleh orang tua murid terlalu berlebihan. Berbeda dengan dialog (d) Tono memberikan informasi yang jelas bagi Tini.
Keempat maksim itu, diyakini Grice mampu menuntun orang untuk berkomunikasi secara maksimal, efesien, efektif, rasional, dan kooperatif jika ucapan itu benar-benar memiliki nilai kebenaran (Marcellino, 1993:63). Hal ini dimungkinkan apabila ucapan itu selaras dengan kejadian yang bergandengan dengan waktu dan tempat dalam suatu konteks dan situasi tertentu, dan sesuai dengan aturan konstitutif yang tepat. Ucapan tersebut harus mengandung suatu nilai yang jujur (Searle dalam Marcellino, 1993: 63)
Kondisi ideal dalam pelaksanaan prinsip tuturan tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan (tidak terpenuhinya prinsip kerja sama). Ini disebabkan adanya keadaan tertentu yang secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi tuntutan prinsip secara ideal.
Grice (Roekhan, 2002: 190) menyebutkan keadaan itu sebagai berikut.

(1)  keadaan yang menuntut penutur melanggar (to violate) ketentuan penggunaan maksim tutur yang normal,
(2) keadaan yang menuntut penutur mengalihkan (to break) maksim tutur,
(3) keadaan yang menuntut penutur mengabaikan (to opt out) maksim tutur, dan
(4) keadaan yang menuntut penutur mendayagunakan (to floute) maksim tutur.
Oleh karena itu, Roekhan (2002:190) mengelompokkan penggunaan maksim tutur ke dalam dua kategori, yaitu (1) penggunaan maksim tutur yang sesuai dengan teori Grice, dan (2) penggunaan maksim tutur yang tidak sesuai dengan teori Grice. 

2.6.1 Kegagalan Penggunaan Maksim Kerja Sama
Kegagalan penggunaan maksim kerja sama ditandai oleh terganggunya komunikasi yang sedang terjadi. Dengan kata lain, informasi yang disampaikan tidak dapat diterima secara baik akibat adanya gangguan yang berat, bahkan dapat berakibat pula pada terancamnya hubungan antara penutur dan mitra tutur.  Roekhan (2002:190) membedakan kegagalan penggunaan maksim kerja sama menjadi pelanggaran (to violate), pengabaian (to opt out), dan pengalihan (to break).
Pelanggaran terhadap maksim kerja sama dapat terjadi apabila penggunaannya tidak memenuhi ketentuan (Roekhan, 2002:191). Ini dapat berdampak pada tergangunya proses komunikasi yang sedang berlangsung. Adanya pelanggaran terhadap maksim kerja sama disebabkan oleh suatu keadaan yang mendorong penutur untuk tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Roekhan (2002:191) menyebutkan keadaan yang dimaksud, yaitu 1) ketika penutur kurang atau tidak menguasai permasalahan yang dibahas atau disampaikan, dan 2) ketika penutur kurang atau tidak memahami konteks komunikasi tutur yang sedang terjadi. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat dicontohkan pada keadaan seorang guru yang kurang menguasai materi pelajaran. Akibatnya, guru tersebut dihadapkan pada dua pilihan yang berat, yaitu mengakui ketidakmampuannya dengan terus terang atau berusaha untuk menutupinya. Apabila guru mengakui ketidakmampuannya, berarti ia harus siap dipermalukan bahkan dicemooh di depan kelas oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru berusaha menutupi ketidakmampuannya, berarti ia akan menggunakan tuturan yang berputar-putar sehingga sulit dipahami oleh siswa.
Pengabaian maksim tutur dapat dikatakan sebagai penyimpangan yang dilakukan secara sengaja. Ini dilakukan karena penutur tidak menghendaki terjadinya komunikasi saat itu sehingga ia tidak melakukan kerja sama yang baik dengan mitra tuturnya (Roekhan, 2002: 195). Akibatnya komunikasi terganggu, bahkan dapat mengalami kegagalan. Roekhan (2002: 196) menyebutkan hal yang menyebabkan penutur mengabaikan maksim tuturnya, yaitu 1) ketika penutur ingin berbohong kepada mitra tutur, dan 2) ketika penutur ingin merahasiakan informasi yang dimilikinya. Dengan demikian, penutur akan berusaha menggunakan tuturan yang taksa atau menyampaikan informasi yang bohong. Pengabaian maksim tutur ini contohnya dapat terjadi pada seorang anak perempuan yang bermaksud menemui teman laki-lakinya, namun tidak ingin diketahui oleh ibunya sehingga saat ditanya, si anak akan menjawab sebagai berikut: “Saya mau ke rumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok” atau “Ani berulang tahun hari ini jadi saya akan ke rumahnya” atau “Sore ini ada les tambahan dari sekolah.”
Pengalihan maksim kerja sama terjadi apabila penutur dihadapkan pada dua maksim tutur yang bertentangan (Roekhan, 2002: 200). Apabila satu maksim digunakan secara baik, maksim lainnya akan diabaikan. Demikian pula sebaliknya. Dalam kondisi seperti ini, penutur terpaksa untuk memenuhi salah satu maksim tutur saja dan mengabaikan maksim tutur yang lain. Contohnya, percakapan antara polisi penyelidik dengan seorang tersangka. Dalam komunikasi seperti itu, polisi dihadapkan pada tuntutan penggunaan maksim kuantitas, maksim hubungan, dan maksim cara. Apabila polisi bermaksud memenuhi maksim kuantitas dan maksim hubungan, berarti polisi harus melanggar maksim cara. Sebaliknya, apabila polisi memenuhi maksim cara, berarti polisi telah melanggar maksim kuantitas dan maksim hubungan.
Jika polisi memilih untuk memenuhi tuntutan maksim hubungan, maka ia harus menanyakan hal-hal yang informasi awalanya telah dimiliki oleh tersangka. Akan tetapi, jika hal itu dilakukannya, ia tidak pernah memperoleh informasi-informasi penting yang diharapkannya. Sama halnya kalau polisi memenuhi tuntutan maksim kuantitas, ia hanya akan menanyakan hal-hal yang telah pasti dan jelas saja. Informasi yang masih bersifat dugaan tidak ditanyakan kepada tersangka karena hal itu melanggar ketentuan maksim kuantitas.
Berdasarkan uraian itu, wajar apabila polisi penyelidik memilih merusak maksim hubungan dan kuantitas, dan hanya memenuhi tuntunan maksim cara saja. Hal ini dilakukan agar upayanya untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dapat tercapai.

2.6.2 Pendayagunaan prinsip Kerja Sama
Pendayagunaan, pengintensifan, atau pengoptimalan  prinsip kerja sama merupakan penerapan prinsip tutur yang khas, yang dilakukan secara sadar oleh penutur dengan maksud-maksud tertentu (Roekhan, 2002: 202). Hal ini diharapkan dapat menghasilkan makna implikatur tertentu yang dapat ditangkap oleh mitra tutur melalui inferensi. Dengan kata lain, penutur dapat menyimpulkan makna tambahan yang diperolehnya.

2 komentar:

  1. Nama: Andrie Kurnia Ramadhany
    NIM: A1B114065
    Kelompok 4

    Coba anda jelaskan mengenai keadaan-keadaan yang secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi tuntutan prinsip secara ideal!
    terimakasih.

    BalasHapus
  2. hal yang menyebabkan penutur mengabaikan maksim tuturnya, yaitu 1) ketika penutur ingin berbohong kepada mitra tutur, dan 2) ketika penutur ingin merahasiakan informasi yang dimilikinya. Dengan demikian, penutur akan berusaha menggunakan tuturan yang taksa atau menyampaikan informasi yang bohong.

    BalasHapus