Percakapan merupakan interaksi verbal antara dua partisipan
atau lebih. Percakapan dalam hal ini lebih dari sekedar pertukaran
informasi.Dalam hal ini, mereka akan berbagi prinsip-prinsip umum yang
memudahkan mereka untuk saling menginterpretasikan tuturan.
Di dalam berkomunikasi seorang penutur mengkomunikasikan
sesuatu kepada petutur dengan harapan agar petutur itu dapat memahami apa yang
dikomunikasikannya. Tidaklah mungkin akan terjadi komunikasi antara penutur dan
petutur apabila antara keduanya tidak terjadi komunikasi. Oleh karena itu,
seorang penutur harus selalu berusaha agar pembicaraannya itu relevan dengan
konteks, jelas, mudah dipahami, padat dan ringkas, serta terfokus pada
persoalan, sehingga tidak menghabiskan waktu. Dengan kata lain, antara penutur
dan petutur terdapat prinsip kerja sama yang harus mereka lakukan agar proses
komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
Kerja sama dapat diartikan sebagai keterlibatan partisipan
dalam membentuk suatu percakapan lengkap dengan unsur-unsur yang diperlukan.
Fungsi kerja sama adalah membentuk peristiwa tutur (Syamsuddin, et al., 1998:
94). Grice (dalam Arifin dan Rani, 2000:1149) mengemukakan mengenai prinsip
kerja sama: Make your contribution such
as is required at the stage at which it accours, by the accepted purpose or
direction of the talk exchange in wich you are engaged. “Berikanlah
sumbangan Anda pada percakapan sebagaimana diperlukan, pada tahap terjadinya,
oleh tujuan yang diterima atau arah pertukaran pembicaraan yang Anda terlibat
di dalamnya.”
Pada umumnya kerja sama dalam percakapan ditopang oleh
unsur-unsurnya. Unsur-unsur penopang kerja sama dalam percakapan disebut
sebagai maksim. Maksim merupakan tuntunan dalam bertutur. Grice (dalam
Syamsuddin, et. al., 1998:195) membagi prinsip kerja sama dalam suatu
percakapan menjadi empat. Maksim tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Maksim Kuantitas
Maksim Kuantitas:
“Berikanlah jumlah informasi yang tepat”. Pemberian jumlah informasi dalam
berkomunikasi dengan orang lain hendaknya dapat memberi keterangan seinformatif
mungkin, tetapi jangan pula memberikan keterangan lebih daripada yang
diinginkan. Ini berarti, informasi yang diberikan kepada orang lain dalam
peristiwa tutur hendaknya secukupnya saja. Jangan lebih dan jangan kurang.
Maksim kuantitas ini terdiri dari dua submaksim, yaitu a) berikan sumbangan
Anda seinformatif yang diperlukan dan b) sumbangan informasi Anda jangan
melebihi yang diperlukan.
Contoh:
(a)
Guru : Apakah kamu sudah menyelesaikan PR
Matematika?
Siswa : Sudah Pak
(b) Guru :
Apakah jawaban kamu sama dengan jawaban Toni?
Siswa : Sebenarnya sama, tetapi langkah-langkah yang
Saya gunakan berbeda dengan Toni karena Saya menggunakan buku terbitan Ganesha.
Ternyata buku tersebut sangat lengkap dalam membahas soal seperti yang Bapak
terangkan tadi. Apa Bapak sudah punya buku itu?
Jika
dibandingkan antara dialog (a) dan
dialog (b) terlihat perbedaan. Dialog
(a) antara guru dan siswa terdapat
kerja sama yang baik. Pada dialog siswa telah memberikan kontribusi yang secara
kuantitas memadai dan mencukupi. Berbeda halnya dengan dialog (b), antara guru dan siswa tidak terlihat
adanya kerja sama yang baik. Ini dikarenakan siswa memberikan kontribusi yang
berlebihan yang tidak diperlukan guru.
Contoh lain dapat ditemukan pula pada percakapan seperti
yang diungkapkan Keenan (dalam Ismari, 1995: 4) sebagai berikut.
A: ‘Where
is your mother?’
(Di mana ibumu?)
B: ‘She is
either in the house or the market.’
(Ia mungkin di rumah atau di pasar.)
Kutipan
percakapan dilihat dari segi tuturan B menunjukkan bahwa B tidak secara pasti
mengetahui keberadaan ibunya, tetapi hanya menyatakan dalam bentuk pilihan
tempat. Apabila B ternyata mengetahui secara pasti lokasi tempat ibunya berada
dari dua pilihan itu, berdasarkan maksim, penyediaan informasi itu gagal.
b. Maksim Kualitas
Maksim Kualitas:
“Usahakan agar sumbangan informasi Anda benar”. Maksim ini menyarankan agar
dalam peristiwa tutur, kita tidak mengatakan kepada orang lain sesuatu yang
kita yakini salah. Artinya, sesuatu yang diyakini salah jangan dikatakan atau
disarankan untuk dilakukan oleh orang lain. Jangan menyebarkan kesalahan.
Selanjutnya, apabila tidak diketahui secara persis (kebenaran atau
kesalahannya) juga jangan dikatakan atau disarankan untuk dilakukan atau
dicontoh orang lain. Daripada memberikan informasi atau keterangan yang
membingungkan, lebih baik diam. Maksim kualitas ini terdiri atas dua submaksim,
yaitu a) jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini tidak benar dan b) jangan
mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
Contoh:
(a) Adit : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
Denny : Dia tidak
di kelas XII IPS A, tapi di kelas XII C IPA.
(b) Adit : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
Denny : Ia di
kelas XII C IPE. Cape dech!
(c) Adit : Den, Lili sekarang di kelas XII apa?
Denny : Di kelas
XII IPA C.
Dialog
(a), Denny memberikan kontribusi yang
melanggar maksim kualitas. Hal ini akan menyebabkan Adit berpikir agak lama
untuk mengetahui mengapa Denny memberikan kontribusi yang tidak diharapkannya
dan dianggapnya salah. Dengan bukti-bukti yang memadai, akhirnya Adit
mengetahui bahwa jawaban yang diberikan Denny adalah salah karena telah
membandingkan dirinya dengan Lili. Pada
dialog (b), jawaban Denny dianggap
melanggar maksim kualitas dengan tujuan untuk mendapatkan efek lucu. Kelucuan
itu terdapat pada kelas XII C IPE, cape
dech. Pada dialog (c), jawaban
Denny telah dianggap menyatakan atau memberikan kontribusi yang sebenarnya.
c. Maksim Hubungan
Maksim Hubungan: “Usahakan perkataan Anda ada
relevansinya”. Melalui maksim hubungan ini kita dalam peristiwa tutur dituntut
untuk selalu menyatakan sesuatu yang relevan. Dengan kata lain, dalam
percakapan harus diketahui fokus persoalan yang sedang dibicarakan dan
perubahan yang terjadi pada fokus tersebut. Pemahaman terhadap fokus persoalan
akan membantu dalam menginterpretasi serta mereaksi tuturan-tuturan yang
dilakukan lawan bicara. Contoh:
(a) Udin : Di mana buku Biologiku?
Dani : Di rak meja.
(b) Udin : Di mana buku Biologiku?
Dani : Tadi ada Yuni yang duduk di kursi kamu
saat istirahat tadi.
(c) Udin : Di mana buku Biologiku?
Dani : Saya dipanggil Ibu Ranti!
Pada
dialog (a), informasi yang
disampaikan Dani ada relevansinya dengan pertanyaan Udin. Sama halnya pada
dialog (b), informasi yang
disampaikan Dani menggunakan penalaran sebagai berikut: Walaupun Dani tidak
mengetahui jawaban yang tepat atas pertanyaan Udin, namun jawaban itu dapat
membantu Udin mendapatkan jawaban yang benar. Karena, jawaban Dani mengandung
implikasi kemungkinan Yuni lah yang meminjam buku Biologi Udin yang terdapat di
rak meja, paling tidak Udin tahu di mana buku Biologinya sekarang. Akan tetapi,
dialog (c), jawaban Dani tidak dapat
dianggap sebagai suatu jawaban yang menunjukkan adanya kerja sama yang baik
karena tidak membantu Udin untuk mendapatkan buku Biologinya. Pernyataan Dani
dapat dikatakan relevan bila jawaban tersebut diinterpretasikan sebagai suatu
keterangan mengapa Dani tidak dapat menjawab pertanyaan Udin.
d. Maksim Cara
Maksim Cara: “Usahakan perkataan Anda mudah dimengerti”.
Dengan maksim ini yang dipentingkan adalah cara mengungkapkan ide, gagasan,
pendapat, dan saran kepada orang lain. Maksim cara, dalam mengungkapkan sesuatu
itu harus jelas. Untuk mencapai kejelasan ini maksim cara memiliki empat
submaksim, yaitu a) hindari pernyataan-pernyataan yang samar, b) hindari
ketakasaan, c) usahakan agar ringkas, dan d) usahakan agar berbicara dengan
teratur.
Contoh:
(a) Ucok : Siapa teman Anda, orang Korea itu?
Ujang
:
K-I-M E-O-K S-O-O
Ucok : (bengong)
(b) Ucok : Itu dia, guru baru datang.
Ujang
:
Dia guru baru?
Ucok : Bukan!
(c)Orang
tua murid : Atas
perhatian, kebijaksanaan, dan kemurahan hati Bapak, saya ucapkan beribu terima
kasih.
Guru : Sama-sama.
(d)Tini : Bagaimana keadaan rumah yang
baru Anda beli?
Tono :Alhamdulillah,
cukup memuaskan bagi keluarga saya. Pagarnya dari besi bercat hitam. Halamannya
berukuran kira-kira 6 x 5 m², berisi taman yang terdiri dari bunga-bunga dan
rerumputan. Bagian depan terdapat garasi mobil. Dalam bagunan itu terdapat
ruang keluarga, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang tempat
mencuci pakaian, dan alat-alat dapur.
Pada
dialog (a), jawaban Ujang merupakan jawaban yang kabur karena dilakukan dengan
mengeja nama seseorang melalui kata demi kata. Nama orang itu KIM EOK SOO
ditulis dalam huruf Korea, tetapi pengucapannya dieja sehingga tidak jelas
dimengerti oleh Ucok. Pada dialog (b) kalimat yang diucapkan Ucok menimbulkan
ketakasaan atau mengandung makna lebih dari satu. Sementara itu, pada dialog
(c) pernyataan yang disampaikan oleh orang tua murid terlalu berlebihan.
Berbeda dengan dialog (d) Tono memberikan informasi yang jelas bagi Tini.
Keempat maksim itu, diyakini Grice mampu menuntun orang
untuk berkomunikasi secara maksimal, efesien, efektif, rasional, dan kooperatif
jika ucapan itu benar-benar memiliki nilai kebenaran (Marcellino, 1993:63). Hal
ini dimungkinkan apabila ucapan itu selaras dengan kejadian yang bergandengan
dengan waktu dan tempat dalam suatu konteks dan situasi tertentu, dan sesuai
dengan aturan konstitutif yang tepat. Ucapan tersebut harus mengandung suatu
nilai yang jujur (Searle dalam Marcellino, 1993: 63)
Kondisi ideal dalam pelaksanaan prinsip tuturan tidak selalu
sesuai dengan yang diharapkan (tidak terpenuhinya prinsip kerja sama). Ini
disebabkan adanya keadaan tertentu yang secara sengaja dilakukan oleh penutur
untuk tidak memenuhi tuntutan prinsip secara ideal.
Grice (Roekhan, 2002: 190) menyebutkan keadaan itu sebagai
berikut.
(1) keadaan yang
menuntut penutur melanggar (to violate)
ketentuan penggunaan maksim tutur yang normal,
(2) keadaan yang menuntut penutur mengalihkan (to break) maksim tutur,
(3) keadaan yang menuntut penutur mengabaikan (to opt out) maksim tutur, dan
(4) keadaan yang menuntut penutur mendayagunakan (to floute) maksim tutur.
Oleh
karena itu, Roekhan (2002:190) mengelompokkan penggunaan maksim tutur ke dalam
dua kategori, yaitu (1) penggunaan maksim tutur yang sesuai dengan teori Grice,
dan (2) penggunaan maksim tutur yang tidak sesuai dengan teori Grice.
2.6.1 Kegagalan Penggunaan Maksim
Kerja Sama
Kegagalan penggunaan maksim kerja sama ditandai oleh
terganggunya komunikasi yang sedang terjadi. Dengan kata lain, informasi yang
disampaikan tidak dapat diterima secara baik akibat adanya gangguan yang berat,
bahkan dapat berakibat pula pada terancamnya hubungan antara penutur dan mitra
tutur. Roekhan (2002:190) membedakan
kegagalan penggunaan maksim kerja sama menjadi pelanggaran (to violate), pengabaian (to opt out), dan pengalihan (to break).
Pelanggaran terhadap maksim kerja sama dapat
terjadi apabila penggunaannya tidak memenuhi ketentuan (Roekhan, 2002:191). Ini
dapat berdampak pada tergangunya proses komunikasi yang sedang berlangsung.
Adanya pelanggaran terhadap maksim kerja sama disebabkan oleh suatu keadaan
yang mendorong penutur untuk tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Roekhan
(2002:191) menyebutkan keadaan yang dimaksud, yaitu 1) ketika penutur kurang
atau tidak menguasai permasalahan yang dibahas atau disampaikan, dan 2) ketika
penutur kurang atau tidak memahami konteks komunikasi tutur yang sedang
terjadi. Pelanggaran terhadap maksim ini dapat dicontohkan pada keadaan seorang
guru yang kurang menguasai materi pelajaran. Akibatnya, guru tersebut dihadapkan
pada dua pilihan yang berat, yaitu mengakui ketidakmampuannya dengan terus
terang atau berusaha untuk menutupinya. Apabila guru mengakui
ketidakmampuannya, berarti ia harus siap dipermalukan bahkan dicemooh di depan
kelas oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru berusaha menutupi ketidakmampuannya,
berarti ia akan menggunakan tuturan yang berputar-putar sehingga sulit dipahami
oleh siswa.
Pengabaian maksim tutur dapat dikatakan sebagai
penyimpangan yang dilakukan secara sengaja. Ini dilakukan karena penutur tidak
menghendaki terjadinya komunikasi saat itu sehingga ia tidak melakukan kerja
sama yang baik dengan mitra tuturnya (Roekhan, 2002: 195). Akibatnya komunikasi
terganggu, bahkan dapat mengalami kegagalan. Roekhan (2002: 196) menyebutkan
hal yang menyebabkan penutur mengabaikan maksim tuturnya, yaitu 1) ketika
penutur ingin berbohong kepada mitra tutur, dan 2) ketika penutur ingin
merahasiakan informasi yang dimilikinya. Dengan demikian, penutur akan berusaha
menggunakan tuturan yang taksa atau menyampaikan informasi yang bohong.
Pengabaian maksim tutur ini contohnya dapat terjadi pada seorang anak perempuan
yang bermaksud menemui teman laki-lakinya, namun tidak ingin diketahui oleh
ibunya sehingga saat ditanya, si anak akan menjawab sebagai berikut: “Saya mau
ke rumah teman untuk mengerjakan tugas kelompok” atau “Ani berulang tahun hari
ini jadi saya akan ke rumahnya” atau “Sore ini ada les tambahan dari sekolah.”
Pengalihan maksim kerja sama terjadi apabila
penutur dihadapkan pada dua maksim tutur yang bertentangan (Roekhan, 2002:
200). Apabila satu maksim digunakan secara baik, maksim lainnya akan diabaikan.
Demikian pula sebaliknya. Dalam kondisi seperti ini, penutur terpaksa untuk
memenuhi salah satu maksim tutur saja dan mengabaikan maksim tutur yang lain.
Contohnya, percakapan antara polisi penyelidik dengan seorang tersangka. Dalam
komunikasi seperti itu, polisi dihadapkan pada tuntutan penggunaan maksim
kuantitas, maksim hubungan, dan maksim cara. Apabila polisi bermaksud memenuhi
maksim kuantitas dan maksim hubungan, berarti polisi harus melanggar maksim
cara. Sebaliknya, apabila polisi memenuhi maksim cara, berarti polisi telah
melanggar maksim kuantitas dan maksim hubungan.
Jika polisi memilih untuk memenuhi tuntutan maksim hubungan,
maka ia harus menanyakan hal-hal yang informasi awalanya telah dimiliki oleh
tersangka. Akan tetapi, jika hal itu dilakukannya, ia tidak pernah memperoleh
informasi-informasi penting yang diharapkannya. Sama halnya kalau polisi
memenuhi tuntutan maksim kuantitas, ia hanya akan menanyakan hal-hal yang telah
pasti dan jelas saja. Informasi yang masih bersifat dugaan tidak ditanyakan
kepada tersangka karena hal itu melanggar ketentuan maksim kuantitas.
Berdasarkan uraian itu, wajar apabila polisi penyelidik
memilih merusak maksim hubungan dan kuantitas, dan hanya memenuhi tuntunan
maksim cara saja. Hal ini dilakukan agar upayanya untuk memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dapat tercapai.
2.6.2 Pendayagunaan prinsip Kerja
Sama
Pendayagunaan, pengintensifan, atau pengoptimalan prinsip kerja sama merupakan penerapan
prinsip tutur yang khas, yang dilakukan secara sadar oleh penutur dengan
maksud-maksud tertentu (Roekhan, 2002: 202). Hal ini diharapkan dapat menghasilkan
makna implikatur tertentu yang dapat ditangkap oleh mitra tutur melalui
inferensi. Dengan kata lain, penutur dapat menyimpulkan makna tambahan yang
diperolehnya.
Nama: Andrie Kurnia Ramadhany
BalasHapusNIM: A1B114065
Kelompok 4
Coba anda jelaskan mengenai keadaan-keadaan yang secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi tuntutan prinsip secara ideal!
terimakasih.
hal yang menyebabkan penutur mengabaikan maksim tuturnya, yaitu 1) ketika penutur ingin berbohong kepada mitra tutur, dan 2) ketika penutur ingin merahasiakan informasi yang dimilikinya. Dengan demikian, penutur akan berusaha menggunakan tuturan yang taksa atau menyampaikan informasi yang bohong.
BalasHapus